Headlines News :

BLOG PRIVACY

MOHON MAAF JIKA PORTAL INI TIDAK BERISI KONTEN PORNOGRAFI KARENA DI DALAM BLOG INI HANYA BERISI PENGETAHUAN YANG MUNGKIN ANDA HARAPKAN
Home » » Pengelolaan Keuangan Daerah di Era Pasca Reformasi Bedasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah di Era Pasca Reformasi Bedasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah


Setelah pemerintah mengeluarkan dua Undang-undang yang sangat penting artinya dalam sistem pemerintahan yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, pemerintah juga mengeluarkan berbagai peraturan pelaksanaan. Beberapa pelaksanaan tersebut seperti yang dikemukakan Abdul Halim (2004:3) antara lain :
1.      Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.
2.      Peraturan Pemerintah 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Dana Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggunjawaban Kepala Daerah.
4.      Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Tanggal 17 November 2000 No 903/273/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001.
5.      Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Cara Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
6.      Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
7.      Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
8.      Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
9.      Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
10.  Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Lebih lanjut Abdul Halim (2004:3) mengemukakan karakteristik pengelolaan keuangan daerah di era reformasi berdasarkan peraturan-peraturan tersebut di atas yaitu :
1.      Pengertian daerah adalah Provinsi dan Kota atau Kabupaten. Istilah Pemerintah Daerah tingkat I dan tingkat II tidak lagi digunakan.
2.      Pengertian Pemerintah Daerah Kepala Daerah beserta perangkat lainnya. Pemerintah Daerah ini adalah Badan Eksekutif, sedang Badan Legislatif di daerah adalah DPRD (Pasal 14 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999), jadi terdapat pemisahan yang nyata antara Legislatif dan Eksekutif.
3.      Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban Kepala Daerah (Pasal 5 PP N omor 108 Tahun 2000).
4.      Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas :
a.       Laporan Perhitungan APBD
b.      Nota Perhitungan APBD
c.       Laporan Aliran Kas
d.      Neraca Daerah
Dilengkapi dengan penilain kinerja berdasarkan tolak ukur Renstra (Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahu 2000).
5.      Pinjaman APBD tidak lagi masuk dalm pos pendapatan (yang menunjukkan hak Pemerintah Daerah).
6.      Masyarakat termasuk dalam unsur-unsur penyusunan APBD disamping Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD.
7.      Indikator kinerja Pemerintah Daerah tidak hanya mencakup :
a.       Perbandingan antara anggaran dan realisasinya.
b.      Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya.
c.       Target dan presentase fisik proyek.
Tetapi juga meliputi standar pelayanan yang diharapkan.
8.      Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun anggaran yang bentuknya adalah Laporan Perhitungan APBD dibahas oleh DPRD dan mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD.
9.      Digunakan akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Diantara peraturan-peraturan tersebut di atas, peraturan yang mengakibatkan adanya perubahan mendasar dalam pengelolaan anggaran daerah (APBD) adalah PP Nomor 105/2000 dan Kepmendagri No 29 Tahun 2002. perubahan mendasar tersebut adalah adanya tuntutan akan akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar dalam pengelolaan anggaran. Secara umum terdapat enam pergeseran anggaran daerah (APBD)  seperti yang dikemukakan oleh Abdul Halim (2004:4) yaitu :
a.       Dari vertical accountability menjadi horizontal accountability.
b.      Dari traditional budget menjadi performance budget.
c.       Dari pengendalian dan audit keuangan kepengendalian dan audit keuangan kinerja.
d.      Lebih menerapkan konsep value for money.
e.       Penerapan konsep pusat pertanggungjawaban.
f.       Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintahan.

Oleh karena akuntansi pemerintahan/keuangan daerah merupakan salah satu jenis akuntansi maka dalam akuntansi keuangan daerah juga terdapat proses mengidentifikasi, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi  yang terjadi di pemerintahan daerah.
Menurut  Abdul Halim (2004:35) Ada beberapa macam sistem pencatatan yang digunakan dalam akuntansi pemerintahan yaitu :
1.      Sistem pencatatan single entry
Sistem pencatatan ini sering juga disebut dengan sistem tata cara buku tunggal atau tata buku saja. Dalam sistem ini pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatatnya satu kali. Transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan dan transaksi yang berakibat pada berkurangnnya kas dicatat pada sisi pengeluaran. Sistem ini memiliki kelebihan yaitu sederhana dan mudah dipahami. Akan tetapi, sistem ini memiliki kekurangan, yaitu kurang bagus untuk pelaporan (menyulitkan dalam penulisan laporan). Disamping itu sulit untuk menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi.
           2.    Sistem pencatatan double entry
Sering juga disebut tata buku berpasangan, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi dicatat dua kali yang disebut dengan istilah menjurnal. Dalam pencatatan tersebut ada sisi debet dan ada sisi kredit. Sisi debet disimpan sebelah kiri sedangkan kredit disebelah kanan. Persamaan dasar akuntansi tersebut berbentuk sebagai berikut:
AKTIVA+BELANJA=UATANG+EKUITAS DANA+PENDAPATAN
Suatu transaksi yang berakibat bertambahnya aktiva akan dicatat pada sisi debet. Sedangkan yang berakibat pada berkurangnya aktiva akan dicatat pada sisi kredit, hal yang sama dilakukan untuk belanja. Hal yang sebaliknya dilakukan untuk utang, ekuitas dana, dan pendapatan. Apabila suatu transaksi mengakibatkan bertambahnya utang maka pencatatan akan dilakukan pada sisi kredit, sedangkan  jika mengakibatkan berkurangnya utang  pencatatan dilakukan pada sisi debet. Hal serupa dilakukan untuk ekuitas dana dan pendapatan. Cara melakukan pencatatan double entry atau menjurnal ini adalah dengan mencatatat sisi debet tepat disisi kiri dan mencatat sisi kredit agak kekanan.
            3.   Sistem pencatatan triple entry
Sistem pencatatan triple entry adalah pelaksanaan pencatatan dengan menggunakan sistem double entry, ditambah dengan pencatatan pada buku anggaran. Oleh karena itu, sementara sistem pencatatan double entry dijalankan, satuan pemegang kas pada satuan kerja maupun pada bagian keuangan atau badan/biro pengelola kekayaan daerah juga mencatat transaksi tersebut pada buku anggaran sehingga pencatatan tersebut akan berefek pada sisa anggaran.

Selain itu, dalam konteks akuntansi keuangan daerah pun terdapat sistem akuntansi keuangan daerah. Dalam sistem akuntansi keuangan daerah, contoh inputnya adalah bukti memorial, surat tanda setoran dan surat perintah membayar. Kemudian prosesnya menggunakan catatan yang meliputi buku jurnal umum, buku besar pembantu. Output sistem akuntansi keuangan daerah meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan (pasal 296 ayat 3) Permendagri No 13 tahun 2006.        
Share this article :

0 Komentar:

CARI

< Letakkan disini kode Shoutbox Anda>

Artikel Populer

 
Support : Creating Website | Ekhardhi Design | Ekhardhi Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. @ekhardhi - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Ekhardhi Design