Headlines News :

BLOG PRIVACY

MOHON MAAF JIKA PORTAL INI TIDAK BERISI KONTEN PORNOGRAFI KARENA DI DALAM BLOG INI HANYA BERISI PENGETAHUAN YANG MUNGKIN ANDA HARAPKAN
Home » » Motivasi Kerja

Motivasi Kerja


         1.         Pengertian Motivasi Kerja
Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere yang berarti “menggerakkan” (to Move). Robbins dkk. (dalam Winardi 2007:1) merumuskan “motivasi sebagai kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu”.
Winardi (2007:6) berpendapat bahwa:
Motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seseorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan non moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan.

Manullang (2006:166) “motivasi kerja tidak lain dari sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja”. Dengan kata lain motivasi kerja adalah pendorong semangat kerja. Uno (2007:72) mengemukakan bahwa “motivasi kerja adalah dorongan dari dalam dan luar diri seseorang, untuk melakukan sesuatu yang terlihat dari dimensi internal dan dimensi eksternal”.
4
 
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa motivasi kerja adalah suatu dorongan yang timbul karena adanya ransangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku/aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Motivasi mempersoalkan tentang dorongan atau gairah kerja maka seorang manajer diharapkan mampu membangkitkan motivasi kerja bawahannya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Menurut Hasibuan (2007:216) seorang manajer diharuskan memberikan motivasi kepada karyawannya karena:
a.       Manajer membagi-bagikan pekerjaannya kepada para bawahan untuk dikerjakan dengan baik.
b.      Bawahan mampu untuk mengerjakan pekerjaannya tetapi ia malas atau kurang bergairah mengerjakannya.
c.       Dapat memelihara dan atau meningkatkan kegairahan kerja bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
d.      Dapat memberikan penghargaan dan kepuasan kerja kepada bawahannya.

Motivasi ini hanya diberikan kepada orang-orang yang mampu untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Bagi orang-orang yang tak mampu mengerjakan pekerjaan tersebut tidak perlu dimotivasi karena percuma. Motivasi ini sangat sulit, karena manajer sulit  untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan yang diperlukan bawahan dari hasil pekerjaannya itu.
         2.         Tujuan Pemberian Motivasi
Hasibuan (2007:221) mengemukakan beberapa tujuan pemberian motivasi adalah untuk :
a.       Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan
b.      Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
c.       Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
d.      Mempertahankan loyalitas dan kestabilan
e.       Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan
f.       Mengefektifkan pengadaan karyawan
g.      Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
h.      Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan
i.        Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
j.        Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
k.      Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
l.        Dan lain sebagainya

Motivasi diperlukan dalam suatu organisasi karena dapat mendorong kinerja pegawai. Tujuan ini dapat dicapai jika manajer suatu organisasi memahami dengan tepat jenis-jenis motivasi dalam rangka mendorong pegawai untuk bekerja dan memberikan insentif terhadap hasil pekerjaannya. Disisi lain pegawai dapat menghindarkan diri untuk berperilaku pada jenis motivasi negatif yang menyebabkan terhambatnya tujuan organisasi.
         3.         Metode Motivasi
Hasibuan (2007:222) pemberian motivasi ada 2 jenis metode yang dapat digunakan oleh seorang manajer yaitu:
a.       Metode langsung (direct motivation) adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya.
b.      Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat dalam melakukan pekerjaannya.

Pengetahuan yang mamadai tentang metode motivasi akan memberikan informasi yang tepat bagamana dan kepada siapa motivasi itu harus diberikan, sebab karakteristik individu yang bekerja dalam suatu organisasi sangat beragam. Dengan kata lain, pemberian motivasi kepada pagawai harus tetap mengutamakan karakteristik yang dimiliki oleh para pegawai yang bersangkutan

         4.         Jenis-jenis Motivasi
Adapun jenis-jenis motivasi menurut Hasibuan (2007:222) terbagi atas dua yaitu:
a.       Motivasi Positif (insentif positif) artinya manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini, semangat kerja bawahan akan meningkat karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
b.      Motivasi negatif (insentif negatif) artinya manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasinya rendah). Dengan motivasi yang negatif ini semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, namun untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam praktek kedua jenis motivasi diatas sering digunakan oleh manajer suatu perusahaan. Penggunaanya harus tepat dan seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja pegawai. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif untuk jangka pendek saja. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.
         5.         Pola Motivasi
David Mc Clelland (dalam Hasibuan 2007:220) mengemukakan pola motivasi sebagai berikut :
a.       Achievment Motivation, adalah suatu keinginan untuk mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan, untuk kemajuan dan pertumbuhan.
b.      Affiliation Motivation adalah dorongan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan orang lain.
c.       Competence Motivation adalah dorongan untuk bresprestasi baik dengan melakukan pekerjaan yang bermutu tinggi.
d.      Power Motivation adalah dorongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan dan adanya kecenderungan mengambil resiko dalam menghancurkan rintangan-rintangan yang terjadi.

Pola motivasi sebagaimana yang dikemukakan dalam implementasinya tentu saja tergantung kepada individu berdasarkan kebutuhan dan keinginan yang ingin dicapai. Sangat boleh jadi seseorang individu secara komplementer memakai lebih dari satu pola motivasi dalam rangka pemuasan kebutuhan dan keinginannya.
Pemahaman terhadap pola motivasi mana yang paling dimungkinkan untuk menggerakkan dan mengerahkan segala ptensi yang ada dalam diri seseorang untuk pemuasan kebutuhan dan keinginannya,akan membantu seseorang individu untuk lebih efektif menggunakan porensinya dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.
         6.         Beberapa Teori Motivasi
a.       Teori Harapan
Salah satu teori yang membahas tentang motivasi dewasa ini adalah teori harapan yang membahas adanya hubungan antara upaya melaksanakan kerja dengan kinerja dan hasil kerja. Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom (Prawirosentono 1999:4) yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal-balik antara apa yang ia inginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukan itu. Jika keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya maka ia akan bekerja keras pula dan sebaliknya.
Bertolak dari pendapat tersebut terdapat kaitan yang erat antara motivasi seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja yang akan diperolehnya. Bila motivasi rendah jangan berharap hasil kerjanya (kinerjanya) baik demikian pula sebaliknya.
b.      Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow menegaskan bahwa para pegawai akan terus berusaha meningkatkan kinerjanya dengan tujuan memperoleh imbalan gaji dan upah yang lebih besar sebagai motivasi pada tingkat yang lebih rendah. Motivasi lainnya yang lebih tinggi tingkatannya terdapat dalam hirarki kebutuhan Maslow didasarkan pada anggapan bahwa pada waktu orang telah memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu, mereka ingin bergeser ke tempat yang lebih tinggi. Adapun 5 tingkat kebutuhan menurut Maslow (Uno, 2007: 41) yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta kasih atau kebutuhan social, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri yang akan dijelaskan satu per satu sebagai berikut:
1)      Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini merupakan suatu kebutuhan yang sangat pokok yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang meliputi kebutuhan akan sandang, pangan dan kebutuhan akan papan. Apabila kebutuhan ini secara relatif terpenuhi maka kebutuhan lainnya akan menyusul yaitu kebutuhan akan rasa aman.
2)      Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan akan rasa aman mengandung makna yang sangat luas, dengan demikian kebutuhan akan security menjadi satu faktor pendorong yang tidak dapat diartikan di dalam maupun di luar organisasi. Kebutuhan akan rasa aman mengarah kepada 2 bentuk yaitu :
(a)    Kebutuhan dan keamanan akan keselamatan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan diwaktu jam-jam kerja. Para pekerja membutuhkan keamanan dan keselamatan jiwanya dimanapun dia berada.
(b)   Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja. Bentuk lain dari pemuasan kebutuhan ini dengan memberikan perlindungan asuransi kepada para karyawan.


3)      Kebutuhan akan cinta kasih atau kebutuhan sosial
Hasibuan (2007:225) mengatakan bahwa :
Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorangpun manusia ingin hidup m enyendiri di tempat terpencil. Karena manusia adalah mahluk sosial, sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari 4 kelompok yaitu :

a)      Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan bekerja
b)      Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena sikap manusia merasa dirinya penting
c)      Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal
d)     Kebutuhan akan perasaan ikut serta.

4)      Kebutuhan akan penghargaan
Percaya dan harga diri maupun kebutuhan akan pegakuan orang lain. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, hal itu berarti memiliki pekerjaan yang dapat diakui sebagai bermanfaat, menyediakan sesuatu yang dapat dicapai, serta pengakuan umum dan kehormatan di dunia luar.
5)      Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh.

                     7.      Pengertian Kinerja
Untuk mewujudkan kinerja dalam organisasi adalah merupakan sesuatu yang tidak mudah dilakukan karena dituntut upaya yang sistematis dan memerlukan suatu adaptasi yang terus menerus antara unsur yang saling berkaitan satu sama lain.
            Hakikat kinerja pegawai pada dasarnya merupakan suatu hasil kerja baik dilihat dari segi ketepatan untuk menyelesaikan tugas, kualitas maupun kuantitas hasil pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya dapat tercapai dengan baik. Nawawi (2006:62) mengatakan bahwa : “Kinerja adalah (a) Sesuatu yang dicapai, (b) prestasi yang diperlihatkan, (c) kemampuan kerja”. Sedang Lavasque (dalam Nawawi 2006:62) mengatakan bahwa :“Kinerja adalah segala sesuatu yang dikerjakan seseorang dan hasilnya dalam melaksanakan fungsi suatu pekerjaan”. Dari dua pengertian tersebut terlihat bahwa kinerja bermakna kemampuan kerja  dan hasil atau prestasi yang dicapai  dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
            Selanjutnya Schemerson, Hunt dan Osborn (dalam Nawawi 2006:62) mengatakan bahwa :“Kinerja adalah kuantitas dan kualitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun organisasi”.
Prawirosentono (1999:2) mengatakan bahwa:
kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Berdasarkan pengertian kinerja tersebut menunjukkan bahwa kinerja bukan sifat atau karakteristik individu tetapi merupakan kemampuan kerja yang ditunjukkan melalui proses atau cara bekerja dan hasilnya yang dicapai.
                     8.      Faktor-Faktor Kinerja
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Winardi (2007:3) adalah : 1) kemampuan orang yang bersangkutan, 2) pengalaman (kerja) sebelumnya, dan 3) upaya (kerja) yang dikerahkan”. Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Kemampuan orang yang bersangkutan
Kemampuan (ability) sesungguhnya merupakan suatu unsur pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk memungkinkan para karyawan bekerja dengan cara tertentu.  Sejauh mana kemampuan seorang pegawai menyelesaikan suatu kegiatan seringkali bergantung pada tingkat pengetahuan ,keterampilan dan keahlian yang dimiliki yang sesuai dengan tugas pekerjaan yang harus dikerjakan. Dimana keterampilan dan keahlian itu dapat diperoleh dari pengalaman kerja dan pengetahuan itu dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan.
b.      Pengalaman (kerja) sebelumnya
Disamping faktor motivasi, faktor pengalaman kerja juga akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam pelaksanaan tugas pegawai tata usaha. Seseorang yang sudah lama bekerja akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang baru bekerja, dan dengan pengalaman tersebut ia akan mudah melaksanakan tugas kesehariannya.
c.       Upaya (kerja) yang dikerahkan
Dalam upaya peningkatan profesionalitas pegawainya, maka pemerintah menggalakkan program pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai. Dimana diklat ini dapat berupa diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan antara lain diklat kepemimpinan, diklat fungsional dan diklat teknis.
Menurut Mangkunegara faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (dalam Mangkunegara 2005:13) yang merumuskan bahwa:

Human performance   = Ability  *  Motivation
Motivation                   = Attitude * Situation
Ability                          = Knowledge * Skill

Penjelasan:
(a)    Faktor kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) teerdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (knowledge + skill). Artinya, mamajer dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
(b)   Faktor motivasi (motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) manajer dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negative (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja,kebijakan manajer, kondisi kerja.
            Dale Timple (dalam Mangkunegara 2005:15) mengatakan bahwa faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.
            Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau manajer, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengarui kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para karyawan memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seseorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal. Jenis atribusi yang dibuat seorang manajer tentang kinerja seorang bawahan mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap bawahan tersebut. Misalnya, seoarang manajer yang mempermasalahkan kinerja buruk seseorang bawahan karena kekurangan ikhtiar mungkin diharapkan mengambil tindakan hukum, sebaliknya manajer yang tidak menghubungkan dengan kinerja buruk dengan kekurangan kemampuan/keterampilan, manajer akan merekomendasikan suatu program pelatihan di dalam ataupun di luar perusahaan. Oleh karena itu, jenis atribusi yang dibuat oleh seorang manajer dapat menimbulkan akibat-akibat serius dalam cara bawahan tersebut diperlakukan. Cara-cara seorang pegawai menjelaskan kinerjanya sendiri juga mempunyai implikasi penting dalam bagaimana ia berperilaku dan berbuat di tempat kerja.
Share this article :

0 Komentar:

CARI

< Letakkan disini kode Shoutbox Anda>

Artikel Populer

 
Support : Creating Website | Ekhardhi Design | Ekhardhi Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. @ekhardhi - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Ekhardhi Design