Headlines News :

BLOG PRIVACY

MOHON MAAF JIKA PORTAL INI TIDAK BERISI KONTEN PORNOGRAFI KARENA DI DALAM BLOG INI HANYA BERISI PENGETAHUAN YANG MUNGKIN ANDA HARAPKAN
Home » » MEMPERKENALKAN ELECTRONIC GOVERNMENT DI KOTA-KOTA INDONESIA

MEMPERKENALKAN ELECTRONIC GOVERNMENT DI KOTA-KOTA INDONESIA


Defenisi
Hari ini adalah abad informasi dan pengetahuan Gelombang ke-tiga dalam sejarah peradaban manusia menurut Alfin Tovler. (Gelombang pertama adalah masyarakat pertanian, yakni hingga tahun 1500, gelombang ke-dua adalah masyarakat industrial, dari 1500 hingga 1979, selanjutnya adalah gelombang ke-tiga —masyarakat transportasi dan komunikasi ) Tanpa mempersoalkan benar-tidaknya pernyataan tersebut, kenyataan yang ada di sekitar kita saat ini adalah bahwa aktivitas bisnis swasta dan administrasi pemerintah di banyak negara telah menggunakan teknologi informasi mutakhir, sehingga proses pengambilan keputusan (internal) dan proses pelayanan (eksternal) berjalan jauh lebih cepat dibanding 7 -10 tahun lalu Administrasi, yang pada dasarnya adalah pengolahan informasi, dilakukan lewat internet, meninggalkan tradisi "hitam di atas putih" alias serba-kertas. Lewat media inilah lahir apa yang disebut e-(lectronic)government, meniru sektor swasta yang lebih dulu menerapkan e-commerce.
Dampak eGov
Dalam e-government (dalam tulisan ini disingkat eGov) informasi dari pemerintah didistribusikan kepada masyarakat (baca: pembayar pajak, pemilih dalam pemilu, penerima jasa) melalui internet. Mengikuti penginformasian, komunikasi dan transaksi antara masyarakat dan pemerintah serta —yang lebih intens lagi— partisipasi politik masyarakat juga dilakukan via internet. Dampaknya adalah luar biasa (minimal sejauh yang terbayangkan):
1. Komunikasi dalam sistem administrasi berlangsung dalam hitungan
jam, bukan hari atau minggu Ini artinya pelayanan pemerintah kepada
masyarakat menjadi sangat cepat.

2.     Akses ke informasi pemerintah terbuka sangat lebar. Ini artinya tidak
ada lagi "warga kelas satu" dan "warga kelas dua" atau "kelas paria"
di hadapan pemerintah. Semua dapat mengetahui semua. Artinya: Terjadi proses demokratisasi yang luar biasa kencangnya. Terjadi transparansi politik dan administrasi.
Terhapusnya korupsi hingga tingkat yang sangat minimal.
3.     Kecepatan pelayanan berarti juga penghematan yang sangat besar, baik dalam waktu dan energi atau sumberdaya. Penghematan mempunyai dua makna:
·         semakin banyak dana yang dapat disimpan untuk investasi guna penumbuhan ekonomi menciptakan lapangan kerja, dan
·         ramah lingkungan: semakin sedikit terjadi pengurasan sumberdaya alam di satu pihak dan polusi di pihak lain.
Dampak negatif dari praktek eGov (serta eCom) yang biasa disebut hanyalah menjadi lebih egois- dan teralienasinya manusia, karena kurangnya pertemuan-muka. Tapi penyebutan dampak ini biasanya dapat dengan gampang ditangkis: tidak demikian halnya, karena toh para warga negara atau warga kota akan melakukan kontak sosial juga lewat media lain, seperti dalam aktivitas keagamaan dan aktivitas wisata serta hiburan. Bahkan, dengan praktik eGov bisnis jasa akan tumbuh pesat. Ini didasarkan pada ramalan perkembangan masyarakat yang lain: dari ekonomi sektor pertama (produksi ektraksi, pengurasan sumberdaya alam), lewat ekonomi sektor ke-dua (perdagangan), menuju ekonomi sektor ke-tiga yakni jasa.
eGov di kota-kota Indonesia
Berada dalam perkembangan peradaban manusia semacam itu, kita sebagai bangsa yang tidak mandiri terpaksa selalu menganut "pendekatanluar-dalam": kalau luar negeri (baca: Eropa dan negara lebih kaya lainnya, seperti Singapura dan bahkan Malaysia) iya, mengapa kita tidak. Dalam kasus eGov, jadinya, kita menjadi tidak mempersoalkan perlu-tidaknya eGov bagi kita, melainkan bagaimana menerapkannya di tanah air.
Karenanya pesoalannya adalah: pada elemen-elemen administrasi apa saja eGov dapat atau bahkan perlu diintroduksikan? Untuk lebih memudahkan dalam berandai-andai, pembahasan berikut ini dibatasi pada administrasi pemerintah kota.
Seperti telah disinggung di depan, secara sederhana proses administrasi dapat dikategorikan menjadi dua: internal dan eksternal organisasi. (Dalam praktik, pengkategorian ini tidak bisa eksakt 100%.) Aspek internal adalah proses administrasi oleh dan untuk serta di dalam organisasi (dalam hal ini pemerintah kota). Ini mencakup banyak aspek, antara lain:
1. Ditinjau dari obyek administrasi:
Pegawai (rekruitmen, diklat, promosi, dill, pensiun, dn.) Barang (pengadaan, penyimpanan, penggileaall, penghapusan, dn.)

·       Arsip (sama dengan barang)
2. Ditinjau dari proses administrasi:
·       Perencanaan
·       Pelaksanaan
Kontrolling
Evaluasi
3. Ditinjau dari level pembuatan kebijakan (berbasis pada komunikasi). Komunikasi antar-staf dalam sebuah dinas
Komunikasi dinas-dinas
·       Komunikasi antara dinas dengan bupati (sekwilda)
·       Komunikasi dinas-DPRD
Sementara itu dimensi eksternal administrasi diartikan di sini sebagai hubungan antara pemerintah- dengan warga-kota. Hubungan ini biasanya bersifat satu arah dari pihak pemerintah, namun bisa pula hubungan dua arah (komunikasi, transaksi dan partisipasi). Hubungan satu arah bisa mencakup banyak hal, antara lain:
1.   Penyediaan layanan sosial (penyuluhan, kursus, dn.)
2.     Penyediaan layanan publik (listrik, air, sampah, taman, parkir, pemadam kebakaran, dll. —kebanyakan telah dikelola oleh perusahaan daerah)
3.     Pelayanan hukum dan statistik (kelahiran, pernikahan dan kematian, KTP dan paspor, sertifikat tanah, ijin usaha, dll.)
4.     Pemungutan pajak (PPH, PPN, PBB, pajak-pajak kendaraan, TV, hiburan, hotel, restauran, d11.)
5. Informasi tentang kegiatan (event) pemerintah maupun masyarakat.
Hubungan searah dari pihak pemerintah itu tidak bisa tidak akan direspons oleh masyarakat, sehingga terjadi komunikasi, transaksi dan partisipasi. Ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk, misalnya:
1.       Pembayaran pajak, rekening atau tagihan.
2.       Permintaan pelayanan baru.
3.       Keluhan atas jumlah dan kualitas pelayanan.
4.       Saran-saran atas proses pelayanan.
5. Saran-saran politik, baik pada level kebijakan maupun personal.
Aspek-aspek internal dan eksternal saling terkait di dalam dirinya sendiri dan juga saling berhubungan antar mereka. Dalam konteks ini, maka jika sebuah kota ingin menerapkan eGov, pertanyaan seperti ini akan mengemuka:
1.       data atau informasi macam apa saja yang perlu di-internet-kan,
2.       siapa saja yang perlu serta boleh mengakses, dan
3. bagaimana mengaksesnya (bebas ataukah terbatas).

Langkah-langkah mengintroduksi eGov
Jika sebuah kota ingin menjadikan pemerintahannya serba elektronis (tidal( mungkin 100%), maka pertama-tama dia hams membuat "daftar belanja" minimal sebagaimana disebut di atas. Setelah itu, dia hams belajar dari kota­kota lain yang telah menerapkannya, baik kota di Indonesia sendiri maupun luar negeri. (Belajar tentang kota di luar negeri tidak perlu dengan melawat ke negara tersebut, tapi cukup dengan melihat hompage-nya.) Sebaiknya kegiatan "belajar" ini dilakukan bersama dengan konsultan manajemen maupun teknis di satu pihak dan DPRD di pihak lain. Dari pihak yang pertama pemerintah kota akan memperoleh petunjuk teknis (dalam anti yang sebenarnya), sedangkan dari pihak ke-dua akan diperoleh legitimasi politis yang terutama sangat dibutuhkan dalam pengalokasian dana nantinya. Tanpa legitimasi DPRD proyek elektronisasi administrasi tak mungkin berjalan.
Untuk menjawab pertanyaan apa, siapa dan bagaimana, yang paling praktis adalah melakukan survai kepada para calon pengguna internet itu. Misalnya dalam hal pelayanan publik, kita dapat mewawancarai 300 responden yang dipilih menurut: umur, pendidikan, penghasilan, letak tempat tinggal, pekerjaan, dll. Mereka ditanyai satu per satu tentang apa yang selama ini mereka peroleh dari pemerintah kota maupun negara . Kita tanyai pula bagaimana proses mereka memperoleh layanan itu secara rinci: dengan instansi mana saja, apa saja dokumen yang diperlukan, berapa biayanya, berapa lamanya, dst.
Yang tidak boleh dilupakan juga, bahkan yang terpenting, adalah sentuhan terhadap pegawai, baik persiapan mental maupun kemampuan teknis mereka. Terhadap mereka perlu dilakukan penyuluhan dan lebih baik lagi melibatkan wakil-wakil mereka dalam perancangan proyek. Tanpa pegawai yang termotivasi, proyek jelas akan gagal. Dan persoalan motivasi ini menyangkut beberapa hal: jabatan dan karir, gaji dan penghasilan tambahan via proyek dan status sosial. Ini harus dikelola dengan hati-hati, karena elektronisasi menuntut perubahan struktur dan prosedur organisasi (yang berimplikasi pada jabatan dan tambahan penghasilan) serta perubahan sikap dan perilaku. Ringkasnya, elektronisasi administrasi adalah reformasi administrasi —sesuatu yang biasanya menghasilkan ketidaknyamanan bagi sebagian orang.
Share this article :

0 Komentar:

CARI

< Letakkan disini kode Shoutbox Anda>

Artikel Populer

 
Support : Creating Website | Ekhardhi Design | Ekhardhi Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. @ekhardhi - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Ekhardhi Design