AKHLAK RASULULLAH SAW
Segala perkataan, gerak-gerik,
perilakunya dan diamnya Rasulullah SAW mengandung makna mendalam dan menjadi
suri teladan bagi kita semua. Kita simak beberapa akhlak dan nasihat-nasihat
beliau untuk kita teladani dalam kehidupan sehari-hari.
1. Cinta Kebersihan
Dalam kesederhanaannya,
Rasulullah SAW tetap mencintai kebersihan dan kerapihan. “Tuhan
adalah suci dan mencintai kesucian dan kebersihan” kata beliau.
Beliau sering menunjukkan
penampilan menawan di hadapan keluarga dan sahabat-sahabatnya. Dalam suatu
riwayat disebutkan bahwa beliau selalu memakai pakaian terbaik jika menerima
utusan yang menghadap untuk mengikrarkan keislaman mereka. Dan beliau
menganjurkan para sahabat untuk berpenampilan rapi, karena hal itu dapat
meningkatkan citra kaum muslimin di mata para utusan dan sekaligus menunjukkan
kualitas dan kebesaran Islam.
Rasulullah
SAW pun sangat memperhatikan kesehatan. Mulut dan gigi mendapat perhatian
khusus. Sikat gigi (siwak) adalah salah satu peralatan yang sering
beliau gunakan dan bawa ke mana-mana, sehingga beliau memiliki gigi kuat dan
putih cemerlang. Beliau
mempunyai gigi seri yang agak renggang, bila beliau berbicara terlihat seperti
ada cahaya yang memancar keluar di antara kedua gigi seri itu. “Seandainya
tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka bersiwak setiap kali hendak
shalat” kata beliau. Demikian pula merawat mata merupakan kegiatan rutin.
Beliau
makan secara teratur dan berusaha supaya tidak sampai kenyang. ”Makan sesudah
lapar dan berhenti sebelum kenyang” nasihat beliau. Beliau sangat menyukai
parfum dan mempunyai tempat khusus untuk menyimpannya. Hadiah parfum tak pernah
ditolak beliau. Kehadiran beliau ditandai oleh wangi parfum yang khas. Bila beliau
meletakkan tangan di atas kepala anak kecil, bekas sentuhan beliau masih dapat
ditandai dengan keharumannya. “Parfum yang baik untuk pria adalah parfum yang
tidak mencolok dan tidak meninggalkan noda pada pakaian. Sedangkan untuk para
wanita adalah parfum yang lembut dan menawan”, demikian sabda Rasulullah SAW
menurut Abu Hurairah r.a.
2. Mengucapkan Salam
“Apabila
orang-orang yang beriman kepada keterangan-keterangan Kami datang kepadamu,
ucapkanlah salam (keselamatan) untukmu”
(QS. Al An’am/6: 54). Bahkan Allah SWT dan para malaikat bersalawat kepada Nabi
SAW dan kaum beriman dianjurkan melakukan hal serupa.[1]
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr: Ada seseorang bertanya
kepada Rasulullah SAW, “Perbuatan apakah yang paling baik dalam Islam?”.
Rasulullah bersabda, “Engkau memberi makan dan memberi salam kepada siapa saja
yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal” (HR. Muttafaq Alalihi)
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.:
Rasulullah SAW bersabda, “Kamu tidak akan masuk surga hingga kamu beriman, dan
kamu tidak akan beriman hingga kamu saling menyayangi. Maukah kalian aku
tunjuki suatu perbuatan yang jika kamu melakukannya maka kamu akan saling
menyayangi? Sebarkan salam diantara kalian” (HR. Muslim). Kepada siapa memberi
salam?
“Orang yang lebih muda memberi salam
kepada yang lebih tua, orang yang lewat memberi salam kepada yang duduk-duduk,
dan kelompok yang sedikit memberi salam kepada yang lebih banyak”. (HR. Abu
Hurairah)
3. Kasih sayang
“Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang muknmin”. (QS. At
Taubah/9: 128)
Abu
Hurairah r.a. meriwayatkan, “Suatu hari Rasulullah SAW menciumi Al Hasan bin
Ali di depan Al Aqra’ bin Habis At Tamimi. Aqra’ berkata, ‘Aku memiliki sepuluh
anak dan tak satu pun dari mereka yang pernah kucium’. Rasulullah SAW
memandangnya dan bersabda, ‘Barang siapa yang tidak pernah menyayangi tidak
akan disayangi’.
Senada
dengan itu Aisyah r.a. pun meriwayatkan, “Seorang Badui datang kepada
Rasulullah SAW dan berkata, ‘Saya lihat Anda selalu menciumi anak-anak kecil,
sedangkan kami tidak pernah melakukannya’. Rasulullah SAW bersabda, ‘Apalah
dayaku untuk menolongmu bila Allah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu’ (HR.
Mutafaq ’alaih)
Suhail bin
Hanzhaliyah meriwayatkan, “Rasulullah SAW mendekati seekor unta tua yang kurus,
beliau bersabda, ‘Bertaqwalah kepada Allah dalam bersikap terhadap
binatang-binatang ternak yang tak bisa bicara ini. Kendarailah ia secara baik
dan berilah ia makan secara baik pula”. (HR. Abu Dawud).[2]
4. Cinta Kerja
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah kurnia Allah dan berdzikirlah
kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al
Jum’ah/62: 10)
Islam
tidak menghendaki para penganutnya menjadi orang-orang malas, mudah menyerah
dan memandang buruk kegiatan bekerja. Islam menganjurkan supaya bekerja,
karena bekerja melatih kesabaran, ketekunan, ketrampilan, kejujuran, ketaatan,
disiplin dan memperkuat tubuh.
Waktu
kecil Muhammad bin Abdullah mengembalakan kambing milik orang tua angkatnya
Bani Sa’ad, kemudian mengerjakan hal yang sama untuk penduduk Mekah dengan
mendapat sedikit upah. Sebelum menjadi Nabi, beliau melaksanakan perdagangan
milik Siti Khadijah ke negeri Syam. Dan untuk menyambut serbuan kaum musyrikin
Mekah pada Perang Khandaq, beliau bersama penduduk Madinah menggali parit
mengelilingi kota
Madinah. Dan beliau sendiri turut aktif mengerjakannya. Beliau sendiri
menganjurkan orang-orang untuk rajin dan sungguh-sungguh bekerja.
“Sebaik-baik
yang dimakan seseorang adalah hasil kerjanya sendiri”
“Barangsiapa
meminta kepada kami akan kami beri dan barang siapa yang berusaha mencukupi
keperluan sendirinya maka ia akan diberi kecukupan oleh Allah SWT, tetapi
barangsiapa yang tidak meminta kepada kami maka ia lebih kami dukai”.
“Jika
Kiamat datang sedangkan di tangan seseorang diantaramu ada bibit pohon korma,
maka bila masih sempat menanamnya maka tanamlah bibit pohon itu”.
5. Pemurah
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (kurniaNya), lagi Maha Mengetahui”.
QS. Al-Baqarah/2 : 261.
Beberapa
hadits mengenai sifat pemurah, antara lain:
-
“Rasulullah berkata kepada Asma’ binti Abu Bakar, ‘Berinfaklah engkau dan
jangan pernah menghitung-hitung, sebab Allah akan menghitung-hitung pula
kepadamu. Dan janganlah engkau kikir, karena jika kamu kikir, Allah akan kikir
pula kepadamu”.
-
“Sesungguhnya Allah murka kepada orang kikir pada waktu hidupnya dan pemurah
ketika akan mati”
- “Celakalah
budak dinar, celakalah budak dirham”.
Nabi SAW
sendiri adalah pribadi yang terkenal pemurah dan dermawan. Abdullah bin Abbas
r.a. berkata: “Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemurah dalam hal
kebaikan, lebih-lebih lagi pada bulan Ramadhan”.
Sedangkan
Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menjawab
“tidak” bila diminta sesuatu. Rubayyi binti Mu’adz bin ‘Afra ra. bercerita:
“Ayahku, Mu’adz bin ‘Afra menyuruh aku membawa baki yang penuh berisi kurma
yang baru masak dan di atasnya terdapat buah qista yang berbulu halus
untuk beliau, karena beliau menyukai buah itu. Lalu kupersembahkan baki itu
kepada beliau. Saat itu di samping beliau ada setumpuk perhiasan hadiah dari
Bahrein. Beliau mengambil perhiasan itu segenggam lalu diberikannya kepadaku”.
Banyak
sekali harta rampasan yang diperoleh pada Perang Hunain, dan hampir sebagian
besar harta itu dibagikan Rasulullah SAW kepada penduduk Makkah yang baru saja
masuk Islam. Melihat itu ada suara-suara sumbang di kalangan kaum Anshar yakni
orang-orang Madinah yang mendukung Islam sejak permulaan, kira-kira begini:
“Nabi Muhammad telah bertemu kembali dengan keluarganya”. Rupanya suara-suara
itu sampai juga kepada Rasulullah SAW yang segera meminta seluruh kaum Anshar
berkumpul di sebuah lapangan. Di hadapan mereka Rasulullah SAW bersabda: “Wahai
saudara-saudaraku kaum Anshar, aku telah mendengar sesuatu mengenai kejadian
hari ini. Sebelum aku memberi penjelasan, aku terlebih dahulu ingin bertanya
kepada saudara-saudara sekalian bukankah aku mendatangi kalian waktu kalian
dalam keadaan sesat dari jalan kebenaran? Juga tidakkah aku datang kepada
kalian waktu kalian sedang saling bermusuhan satu sama lain?”. Hening tak ada
yang menjawab. Kemudian Rasulullah bertanya: “Mengapa tak ada yang menjawab?
Jawablah!”. Mereka menjawab: “Memang benar demikian ya Rasulullah”. Beliau
bertanya kembali: “Jawablah yang benar, saudara-saudara”. “Apa lagi yang harus
kami jawab, ya Rasulullah?” jawab mereka. Rasulullah SAW bersabda: “Sebenarnya
kalau kalian mau, kalian akan menjawab demikian ‘Hai Muhammad, tidakkah engkau
datang kepada kami dalam keadaan didustakan oleh kaummu, sedangkan kami
mempercayaimu? Tidakkah engkau datang dalam keadaan terusir, dan kami
menerimamu dengan ikhlas? Dan dalam keadaan tanpa pembela, bukankah kami yang
membelamu?’ Kalaupun kalian mengatakan seperti itu, pasti semua orang akan
membenarkanmu. Sekarang pantaskah kalian merasa sedih karena melihat aku
membagi-bagikan harta rampasan kepada orang-orang yang baru saja menerima
Islam? Padahal aku yakin bahwa kalian adalah orang-orang yang telah teguh dan
mantap imannya. Tidakkah kalian puas melihat orang-orang yang baru saja beriman
itu pulang ke kampung halaman mereka dengan membawa unta dan kambing, padahal
kalian pulang ke Madinah dengan membawa pribadi Rasulullah SAW? Demi Allah SWT, kalau pun tidak karena Hijrah
pasti aku akan menjadi orang Anshar. Dan andaikata semua orang menempuh suatu
jalan dan kaum Anshar menempuh jalan lain, niscaya aku, Muhammad, akan menempuh
jalan yang dilalui kaum Anshar”. Setelah bersabda demikian, Rasulullah SAW
mengangkat kedua tangan beliau dan berdo’a: “Ya Allah, limpahkanlah Rahmat-Mu
kepada kaum Anshar, sekaligus kepada anak-anak dan cucu-cucu mereka”. Mendengar
itu meraunglah seluruh kaum Anshar sehingga basah wajah mereka dengan air mata,
kemudian dalam tangisan itu mereka riuh berkata: “Kami ridla, ya Rasul, dengan
engkau yang menjadi bagian kami dan marilah bersama kami pulang ke Madinah”.
Dan memang benar, Rasulullah SAW memenuhi janji beliau. Beliau kembali bersama
kaum Anshar ke Madinah dan wafat di sana .
6. Amanah
“Dan
orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya”.
(QS. Al-Ma’arij/70 : 32)
Anjuran
Rasulullah SAW tentang amanah, antara lain:
“Sampaikan
barang amanah kepada orang yang mengamanahkannya padamu, dan janganlah kamu
berhianat pada orang yang berkhianat padamu”.
“Tidak ada
iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang
tidak melakukan shalat”
“Umatku
tetap dalam kesucian selama tidak menganggap amanat sebagai keuntungan dan
tidak pula menganggap zakat sebagai suatu yang merugikan”
“Empat
perkara yang bila ada padamu maka tidak apa-apa bagimu bila kamu kehilangan
kesenangan dunia yaitu memelihara amanah, benar dalam berkata-kata, baik budi
pekerti dan bersifat iffah meninggalkan yang tidak halal”.
“Ada empat perkara yang
barangsiapa melakukannya ia adalah seorang munafik seutuhnya, dan barangsiapa
yang melakukan satu dari empat perkara itu, maka ia mempunyai salah satu dari
sifat-sifat kemunafikan hingga ia meninggalkannya. Yaitu bila dipercaya ia
hianat, bila bercerita ia dusta, bila ia berjanji tidak menepatinya, dan bila
ia bertengkar ia meninggalkan yang benar”
7. Keberanian dan keteguhan hati Rasulullah SAW
Sebuah perintah
Allah SWT untuk bersikap berani, disiplin dan berjihad adalah sebagai berikut:
“Berangkatlah
kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun merasa berat dan berjihadlah
dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. At Taubah/9 : 41)
Suatu
saat para pemimpin Quraisy menemui Abu Thalib, pelindung Rasullullah SAW, dan
memohon agar keponakan beliau menghentikan dakwah- nya. Mereka pun
mengancam akan melakukan tindak kekerasan kepada Abu Thalib sendiri dan
Muhammad SAW. Dan waktu Abu Thalib dengan penuh khawatir menyampaikan
permintaan mereka kepada Rasulullah SAW, beliau menjawab: “Wahai pamanku,
demi Allah walaupun matahari mereka letakkan di tangan kananku dan bulan di
tangan kiriku supaya aku meninggalkan tugasku ini, aku tidak akan
meninggalkannya sampai Agama Allah menang atau aku yang binasa”. Lalu
sambil berlinang air mata -karena mengira Abu Thalib akan menarik
perlindungannya-, beliau berdiri dan ke luar. Saat itu juga sang paman
memanggil beliau kembali dan mengatakan: “Pergilah dan lakukan wahai
keponakanku apa yang engkau sukai. Demi Allah pasti aku tidak akan pernah
menyerahkan engkau kepada siapapun dengan alasan apapun”.
Dalam
perjalanan hijrah, Rasulullah SAW dan Abubakar r.a. bersembunyi dalam gua Tsuur
dan musuh berkerumun tepat di mulut gua. Pada saat yang amat genting itu
Rasulullah SAW tetap tenang dan tabah. Beliau menteramkan sahabatnya dan
berbisik: “Jangan sedih dan takut, wahai Abu Bakar, karena Allah beserta kita”.[3]
Pada Perang Uhud saat Rasulullah SAW dan beberapa orang sahabat
setia diserang musuh habis-habisan dari segala jurusan. Al Miqdad r.a.
mengisahkan sebagai berikut:
“Demi Allah yang
mengutus beliau dengan membawa kebenaran, beliau samasekali tidak beranjak
sejengkal pun dari tempatnya, beliau tetap berdiri tegak berhadapan langsung
dengan musuh, kadang-kadang sebagian dari sahabat beliau berlindung kepada
beliau, kadang-kadang terpisah dari beliau, sedangkan beliau tetap berdiri
melepaskan panahnya dan melempari musuh dengan batu sampai kaum musyrikin
mundur meninggalkan tempat itu”. (HR. Al-Baihaqi).
8. Perlakuan terhadap
Pembantu
“…Dan
berbuat baiklah kepada hamba sahayamu (mereka yang berada dalam pengawasanmu)”
(QS. An Nisaa’/4: 36). Bagaimana caranya?
“Berilah
mereka makan sebagaimana engkau makan untuk dirimu sendiri, dan berilah mereka
pakaian sebagaimana berpakaian untuk dirimu sendiri”.
“Jangan
menyakiti pelayan-pelayan wanitamu, mereka adalah ciptaan Allah SWT”.
“Seseorang
datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: ‘Ya Rasulullah, berapa kalikah saya
harus memaafkan pembantu kami?’. Rasulullah SAW berdiam, sehingga orang itu
bertanya lagi: ‘Ya Rasulullah, berapa kalikah saya harus memaafkan pembantu
kami?’. Jawab beliau: ’70 kali sehari”.
9. Bertetangga
“…Berbuat baiklah kepada tetangga yang berdekatan dan
tetangga yang jauh…” (QS. An Nisaa,/4: 37).
“Barangsiapa yang suka menyakiti tetangganya, maka ia
tidak termasuk orang beriman dan tidak pula termasuk golonganku”
10. Pemalu
Nabi SAW
bersabda: “Malulah kamu sekalian kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Para sahabat berkata: “Alhamdulillah, sungguh kami malu
kepadaNya, ya Rasulullah”. Jawab beliau: “Bukan demikian, tetapi orang yang
sungguh-sungguh merasa malu kepada Allah adalah selalu memelihara akal
pikirannya dan selalu memelihara perutnya dengan segala isinya, serta selalu
mengingat mati dan hancurnya badan. Barangsiapa yang menghendaki akhirat,
hendaklah ia meninggalkan perhiasan kehidupan dunia, dan mengutamakan kehidupan
akhirat tinimbang dunia”.
Nabi SAW
sendiri adalah seorang pribadi pemalu, bahkan sangat pemalu, sehingga disifati
oleh para sahabat sebagai “lebih pemalu daripada seorang gadis pingitan”.
Beliau malu dalam banyak hal yang tidak ada hubungannya dengan misi beliau,
tabligh, dakwah, melaksanakan tugas, membela kebenaran, menegakkan keadilan,
taat dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dan beliau marah, bahkan tegas berjihad
memerangi kemusyrikan dan kesesatan demi tegaknya Kalimah Allah.
Pernah
sebagian kaum muslimin masuk ke rumah Rasulullah SAW, lalu mereka asyik
berbincang-bincang satu sama lain sambil menunggu makanan dihidangkan. Beliau
sebenarnya kurang berkenan melihat ulah mereka duduk berlama-lama sambil
bercengkerama menunggu makanan, namun beliau merasa malu menyuruh mereka
keluar. Maka Allah SWT menurunkan firmanNya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila
kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya). Tetapi jika kamu diundang makan, maka masuklah dan bila sudah
selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan.
Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu kepadamu
(untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar”.
(QS. Al-Ahzab/33: 53)
Beberapa
hadits tentang rasa malu:
-
“Sesungguhnya malu (haya’) dan iman berada dalam satu wadah, bila yang satu
dicabut, maka yang satu lagi ikut tercabut”
-
“Sesungguhnya Allah Ta’ala apabila hendak membinasakan seseorang, maka
dicabutlah dari orang itu sifat malu. Bila sifat malu telah dicabut dari
padanya, maka engkau akan menemukan dia dibenci orang, bahkan dianjurkan supaya
orang benci kepadanya.
Kemudian
bila kamu menemukan dia dibenci orang, maka sifat amanah dicabut dari padanya,
apabila sifat amanah telah dicabut dari padanya, maka kamu akan menemukan dia
sebagai seorang penghianat yang dicabut dari padanya sifat kasih sayang dan
apabila sifat rahmah telah dicabut dari padanya, maka kamu akan
menemukan dia sebagai seorang yang terkutuk dan lepaslah tali Islam dari
genggamannya” .
Beberapa
peristiwa yang membuat Nabi SAW merasa malu dilaporkan oleh para sahabat,
antara lain bahwa beliau hampir tidak pernah menatap wajah seseorang, dan
memalingkan muka dari orang yang membicarakan hal-hal tak baik dan pura-pura
tidak memperhatikan pembicaraan yang tidak disukainya. Siti Aisyah ra.
mengatakan: “Bila sampai kepada beliau berita tentang seseorang yang tidak
menyenangkannya, beliau hanya memngatakan mengapa si Polan mengatakan begini
dan begitu, bahkan beliau berkata, mengapa ada kaum yang berbuat atau berkata
begini atau begitu dan beliau melarang berbuat serupa itu tanpa menyebut nama
pelakunya”. Beliau pun, kata Siti Aisyah, tidak jarang menjelaskan sesuatu
dengan kiasan karena beliau merasa malu. Misalnya ada seorang wanita bertanya
tentang diizinkan tidaknya menikahi kembali bekas suaminya yang telah menceraikannya
tiga kali setelah ia bercerai dari pria lain yang menikahinya tetapi tidak
sampai melakukan hubungan khusus. Beliau menjawab “…sampai kamu merasakan manis
madunya dan ia merasakan pula manis madumu…”. Tetapi ternyata ada juga yang
kurang arif terhadap kiasan. Contohnya, ada seorang wanita yang bertanya
mengenai mandi haid. Beliau menerangkan caranya dan mengatakan untuk mengambil
secarik kain yang ditetesi parfum dan kemudian digunakan untuk bersuci. Namun
wanita itu masih bertanya bagaimana bersuci dengan kain itu. Dan beliau dengan
wajah memerah berkata “Subhanallah, lakukan saja”, tetapi wanita itu masih
terus menanyakan caranya dan Nabi SAW dengan memalingkan wajah tetap berkata
“lakukan saja”, sehingga Siti ‘Aisyah menarik wanita itu agak jauh dan berbisik
kepadanya bahwa Rasulullah merasa malu untuk mengatakan bahwa kain itu untuk
menghapus darah haid.
11. Humor
Rasulullah SAW
Rasulullah
Saw mengatakan “Hiburlah hatimu kapan saja ada waktu. Sesungguhnya apabila hati
itu keras, butalah hati itu”. Beliau pun berkata “Tak baik orang yang tidak
suka bersukaria dan orang yang tidak memberikan kegembiraan pada orang lain”.
Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah di rumah adalah seorang yang lemah
lembut, banyak senyum dan tertawa. Tetapi di lain pihak beliau memberikan
“rambu-rambu” mengenai kelakar, antara lain:
“Janganlah
kalian banyak bicara dan lupa berdzikir kepada Allah, karena hal itu
menyebabkan hati kalian menjadi keras”
“Janganlah kalian terlalu banyak
tertawa, karena tertawa seperti itu akan menyebabkan hati kalian mati”
“Barangsiapa yang tertawanya keras
dan berlebihan, sebagian ilmunya akan langsung tercabut saat itu juga”.
Beberapa
humor Rasulullah Saw adalah sebagai berikut:
-
Seorang lanjut wanita usia menghadap Rasulullah SAW dan memohon, “Wahai
Rasulullah, doakan aku supaya Allah mengampuniku dan aku ada di surga bersama
Anda”. Rasul menjawab, “Apakah ibu tidak tahu bahwa surga itu tidak pernah
dihuni oleh wanita-wanita lanjut usia?’. Mendengar itu ibu tadi menangis dengan
keras, sedangkan Rasulullah SAW tersenyum sambil membacakan firman Allah “Sesungguhnya
Kami menciptakan mereka (para bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan
mereka sebagai gadis-gadis perawan penuh cinta dan sebaya usianya”. (QS. Al
Waqi’ah/56: 35)
- Pada suatu
hari Rasulullah SAW datang ke pasar dan melihat Zuhair sedang berdiri
menjajakan barang dagangannya. Beliau menghampiri diam-diam dan mendekapnya
dari belakang. Zuhair meronta “Siapa ini? Lepaskan aku”. Tetapi ia mendapat
isyarat dari orang-orang sekitarnya bahwa yang mendekap adalah Rasululah SAW,
sehingga ia menghentikan rontaannya dan bahkan melekatkan tubuhnya ke dada
beliau untuk mendapat keberkatan. Rasulullah berseru keras-keras “Siapa
diantara kalian yang mau membeli budak ini?”. Zuhair menjawab “Wahai
Rasulullah, pasti tidak ada seorang pun mau membeli orang seperti saya ini”.
Rasul melepaskan dekapannya dan berkata dengan lembut “Anakku, engkau di mata
Allah sangat tinggi nilaimu”.
- Suatu
hari Rasulullah SAW sedang menikmati kurma bersama beberapa sahabat. Ali bin
Abu Thalib r.a. diam-diam memindahkan seluruh biji kurmanya ke hadapan
Rasulullah SAW waktu beliau sedang menoleh ke arah lain. Kata Ali: “Lihatlah,
rupanya diantara kita ternyata Rasulullah yang paling banyak menghabiskan kurma”
sambil menunjuk biji-biji kurma di hadapan beliau yang “menggunung”. Dan Rasul
dengan sigap menjawab sambil menunjuk piring kosong di depan Ali: “Justru kau
Ali yang paling banyak makan kurma. Lihat ‘tuh biji-bijinya pun kau telan
habis”.
[1] “Sesungguhnya Allah dan malaikatNya bersalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang beriman hendaklah kamu salawat dan mohon keselamatan untuk Nabi
dengan sesungguhnya” (Al Ahzab/33: 56). Dan Umul Mukminiin Siti Khadijah
r.a. menerima salam dari Jibril a.s. melalui Rasulullah SAW dan membalasnya
pula melalui beliau.
[2] Mengenai kasih sayang Rasulullah SAW terhadap hewan, lihat
“Rasulullah Mencintai Binatang”, karya Fuad Kauma; penerbit Hikmah, Bandung , 2005.
[3] “…Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah
telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (dari Mekah) mengeluarkannya
(dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada
dalam gua, di waktu itu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka
cita, sesungguhnya Allah beserta kita…” (QS. At-Taubah/9: 40)
0 Komentar:
Posting Komentar